Sabtu, 02 Mei 2009

Publikasi Karya Ilmiah Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc.


Jurnal
Seminar
Meeting
Sep
1
PRINSIP DASAR ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM USAHA PERHUTANAN RAKYAT
PRINSIP DASAR ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM USAHA PERHUTANAN RAKYAT
(Diterbitkan oleh Jurnal Hutan Rakyat Volume 1 Tahun 2003)
1. Pendahuluan
Banyak orang berpendapat bahwa kegagalan melakukan kegiatan pembangunan, terutama pembangunan yang berorientasi kepada pembangunan masyarakat disebabkan oleh lemahnya kelembagaan yang ada dalam proses pembangunan tersebut. Secara teknis dan finansial kegiatan pembangunan tersebut nyaris tidak ada masalah, tetapi capaian keberhasilan masih rendah.
Keyakinan banyak orang tentang posisi strategis kelembagaan dalam suatu kegiatan memiliki dasar yang kuat. Dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang perorang maka kelembagaan tidak menjadi penting, tetapi jika kegiatan tersebut dilakukan oleh banyak orang, banyak aktor, berdampak luas kepada sumberdaya alam, lingkungan sosial, dan apalagi sebuah gerakan sosial yang luas, maka diperlukan pengaturan, membangun tata nilai bersama, dan bahkan alat ukur keberhasilan yang diakui secara bersama-sama oleh semua pihak yang terlibat. Dalam situasi seperti itulah kita memerlukan kelembagaan guna mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu kita harus menyamakan persepsi terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan kelembagaan itu? Kemudian apa kaitan kelembagaan dengan program pengembangan Usaha Perhutanan Rakyat (UPR) yang dikembangkan oleh Departemen Kehutanan?
Kelembagaan dimaknai sebagai satu kumpulan nilai, norma, peraturan dalam suatu kumpulan orang, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak semua organisasi akan memiliki sistem kelembagaan yang sama, tetapi masing-masing organisasi akan memiliki sistem kelembagaannya sendiri sesuai dengan kharakteristik kegiatannya. Oleh karena itu untuk kesesuaian sistem kelembagaan tersebut diperlukan suatu analisis tentang kelembagaan (institutional analysis). Jika persoalannya terkait dengan strategi pengembangan UPR, maka analisis kelembagaan diarahkan kepada model-model kelembagaan seperti apa yang sesuai dengan kharakteristik UPR tersebut. UPR adalah semua kegiatan kehutanan yang terkait dengan usaha pengembangan masyarakat , pengembangan ekonomi kerakyatan, namun tetap mempertahankan dan menjamin kelestarian sumberdaya alam. Beberapa kegiatan dalam lingkup UPR antara lain: pembangunan hutan rakyat melalui proyek penghijauan dan swadaya masyarakat, pengembangan lebah madu, pengembangan sutra alam, usaha-usaha konservasi, pangan dalam hutan, pengembangan hutan adat, dan lain-lain.
Analisis kelembagaan untuk UPR adalah upaya untuk memahami insentif yang memotivasi tingkah laku manusia / masyarakat / kelompok masyarakat pada satu tempat tertentu, waktu tertentu, dan dampak dari tingkah laku tersebut pada kontek sumberdaya alam hutan. Semua itu melalui analisis insentif, pilihan-pilihan, dan outcome.
2. Kerangka Pendekatan Sistematik Kajian Kelembagaan UPR
Seperti disebutkan di atas bahwa untuk analisis sistematik kelembagaan UPR dilakukan melalui analisis tentang insentif, pilihan-pilihan, dan otcome (hasil manfaat).
2.1. Insentif dalam Kegiatan UPR
Insentif adalah sesuatu yang membuat seseorang ingin melakukan hal tertentu. Uang dapat merupakan suatu insentif, misalnya dalam hal sebuah proyek dapat membayar orang untuk kegiatan penanaman pohon. Rasa takut kepada pelanggaran atas pesan-pesan nenek moyang supaya melestarikan sumberdaya hutan, sehingga anak cucunya tidak merusak hutan merupakan insentif. Strategi peningkatan pendapatan keluarga melalui penanaman pohon di atas lahan pertanian. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa katagori insentif itu dapat menempati pemaknaan yang luas dengan ragam bentuk yang bermacam-macam. Kompleksitas insentif ini sangat ditentukan oleh kondisi individu dan komunitas, utamanya dalam bentuk interaksi mereka dengan lingkungan di sekitar mereka.
Salah satu bagian dari analisis kelembagaan UPR adalah tentang apakah ada insentif bagi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan UPR dan dari mana sumber-sumber insentif tersebut diperoleh. Dalam kontek UPR ini ini insentif lebih baik dimengerti melalui pemecahan masalah dan mempertimbangkan 3 jenis insentif yang sering dihadapi oleh masyarakat pelaku program UPR: (1) insentif terkait dengan kharakteristik sumberdaya. Misalnya sumberdaya permodalan dalam bentuk KREDIT USAHA ; (2) insentif terkait dengan kharakteristik masyarakat; dan (3) insentif terkait dengan kharakteristik peraturan (rules) dimana masyarakat tersebut eksis.
Sebagai contoh sederhana dari 3 jenis insentif tersebut adalah model kemitraan antara pegusaha industri kayu dengan petani peserta program pembangunan hutan rakyat untuk jenis JATI SUPER yang diiming-imingi dengan analisis pendapatan yang besar dalam jangka waktu 10-15 tahun, atau jenis sengon yang dalam waktu 5-6 tahun sudah menghasilkan pendapatan yang besar. Dengan kharakteristik masyarakat masrginal (kritis ekonomi) maka tawaran HASIL YANG BESAR pasti merupakan insentif yang sangat memotivasi rakyat mengikuti program penanaman pohon jati atau sengon di lahan milik mereka. Rakyat miskin, lahan kritis, dan tanaman cepat tumbuh merupakan insentif dalam pengembangan UPR hutan rakyat. Insentif ini pula yang menyebabkan masyarakat dan organisasinya melakukan proteksi atas tanaman jati super dan sengon. Hal yang sama dapat dianalisis untuk program usaha persutraan alam, lebah madu, hasil hutan non kayu dalam hutan adat, dan lain-lain. Namun sebaliknya dapat terjadi sesuatu akan menjadi disinsentif tehadap program UPR, misalnya saja berkaitan dengan ketidakjelasan status lahan dimana kegiatan UPR dilaksanakan. Kasus konflik lahan negara dan lahan adat meluas saat ini di Indonesia. Apabila kegiatan UPR dilaksanakan di atas lahan yang tenurialnya konflikting dan tidak jelas, maka hal ini dapat menjadi faktor disinsentif dalam UPR.
2.2. Pilihan-Pilihan
Maksud dari analisis pilihan-pilihan ini adalah untuk memberikan peluang kepada peserta program UPR melakukan pilihan jenis kegiatan yang diinginkan setelah disinergikan dengan ragam masukan dan pertimbangan insentif yang ada. Misalnya dalam kaitan dengan memilih kegiatan pengembangan usaha lebah madu dan persutraan alam harus memperhatikan sumnberpakan lebah dan sumber pakan ulat (daun murbai). Apabila sumber pakannya sulit dan sukar dikembangkan karena lahannya karitis dan tidak mungkin ditanami tanaman murbei dan tanaman penghasil bunga-bunga, maka usaha lebah madu dan sutra alam tidak dapat dilanjutkan. Artinya bahwa kendatipun insentif dana ada, tetapi pengembangan sutra alam dan lebah madu tidak dapat dipilih sebagai bentuk kegiatan kelembagaan UPR. Pada kontek hutan adat atau sistem hutan kerakyatan (SHK) yang berbasis pendekatan komunal, analisis pilihan-pilihan tersebut menjadi penting.
2.3. Outcome (hasil manfaat) Program UPR
Di dalam outcome pengembangan UPR , pertanyaan mengenai apa dampak dari semua pengambilan keputusan tentang pilihan program UPR pada sumberdaya hutannya, hasil sutra alam, lebah madu, hasil hutan non kayu, dan kayu hutan rakyat, serta dampak pada komunitas peserta program, perlu mendapat penjelasan.
Untuk memnjawab pertanyaan dampak tersebut, maka ada banyak kriteria dapat digunakan untuk menilai dampak sebagai akibat dari struktur insentif terhadap sumberdaya hutannya dan anggota peserta program, yaitu antara lain:
(1) Efisiensi dari bagaimana sumberdaya UPR digunakan: apakah sumberdaya sudah digunakan sesuai dengan potensi maksimumnya? Apakah ada penggunaan yang menimbulkan dampak sisa (waste?)
(2) Pemerataan penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya: apakah anda hak-hak istimewa yang diberikan kepada beberapa orang dibandingkan dengan anggota masyarakat lainnya dalam pengembangan UPR? Apakah aspek keadilan antar generasi dipertimbangkan? Apa yang menjadi basis penilaian dari diskriminasi dalam mengakses sumberdaya? Apakah sistem yang diterapkan cukup terbuka dan berkeadilan (Fair)?
(3) Sustensi (keberlanjutan) penggunaan sumberdaya: dapatkah pola penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya alam lahan yang digunakan tersebut berlanjut sampai jangka panjang? Apakah sistem regenerasi sumberdaya alamnya dapat dijamin? Dan
(4) Biodiversitas dan pengawetan jenis: apakah strategi UPR akan diarahkan pada model monokultur atau polikultur? Akan adakah jenis yang dominan dikembangkan dalam program?
Pada bagian analisis kelembagaan yang berkaitan dengan outcome program UPR, langkah penting yang harus dilakukan oleh profesional rimbawan bersama masyarakat adalah membangun KOMUNIKASI antar pihak (masyarakat, LSM, Pemerintah, Perguruan Tinggi). Artinya outcome harus didasarkan pada penilaian yang diberikan oleh anggota masyarakat / anggota kelompok peserta program UPR, dan mendapat dukungan dari pihak lainnya.
Dalam melaksanakan analisis kelembagaan, kharateristik di atas (sumberdaya, masyarakat, dan peraturan) jangan dibaca secara lepas-lepas, sendiri-sendiri, tetapi ketiganya harus dibaca dalam satu kesatuan sistem yang saling berintrekasi satu sama lain. Bahkan dari ketiganya menghasilkan proses analisis insentif, pilihan-pilihan, dan hasil manfaat (outcome). Interaksi ketiga kharakteristik tersebut dalam kontek strategi pengembangan UPR dapat dilihat dalam skema di bawah ini.
Skema Interaksi antara Kharakteristik Sumberdaya, Komunitas, Peraturan, Insentif, Pilihan, dan Hasil Manfaat
(sumber: modifikasi dari Thomson and Freudenberger, 1997)
3. Proses Analisis Kelembagaan UPR
Maksud dari analisis kelembagaan UPR adalah untuk mengetahui secara pasti model kelembagaan UPR seperti apa yang sesuai dengan bentuk-bentuk usaha (hutan rakyat, lebah madu, hutan adat, SHK, persutraan alam, dll), termasuk di dalamnya adalah model kemitraan yang mungkin dikembangkan. Oleh karena itu para pengambil keputusan baik di Departemen Kehutanan maupun di instansi kehutanan yang ada di daerah-daerah perlu memahami proses penetapan model kelembagaan UPR yang dilakukan secara partisipatif. Pedoman umum proses melakukan analisis kelembagaan UPR adalah sebagai berikut:
(1) Menetapkan dan mengidentifikasi masyarakat yang terlibat dalam program UPR
Dalam analisis kelembagaan ini kegiatan seleksi dan identifikasi siapa masyarakat yang terlibat dalam kegiatan UPR merupakan langkah awal yang harus dilakukan di dalam program UPR. Penetapan peserta program UPR hendaknya mempertimbang kan dan memprioritaskan masyarakat yang kurang mampu, sehingga tujuan peningkatan kesejahteraan dapat tercapai. Potensi dari masyarakat untuk mendukung UPR juga harus mendapat perhatian yang serius, bukan potensi yang didesain oleh orang yang berada di luar masyarakat.
(2) Membuat identifikasi awal masalah
Antara penetapan masyarakat peserta program UPR harus ada kaitan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh mereka. Dalam banyak kasus dapat diidentifikasi bahwa keberhasilan kegiatan pengembangan kelembagaan hanya dapat dicapai jika dimulai dengan memahami persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat tersebut, dan mencoba menarik masalah tersebut pada kontek yang lebih luas. Masalah umum dalam masyarakat biasanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, peningkatan produksi, dan apa yang akan diproduksi yang sesuai dengan permintaan pasar. Problematika dalam masyarakat ini dapat diselesaikan melalui kerja kolaboratif dengan pihak-pihak yang berada di luar komunitas masyarakat.
(3) Membuat identifikasi awal tentang Stakeholders yang berkaitan dengan Masalah
Masalah masyarakat sering kali hanya dirasakan oleh masyarakat saja, sehingga mereka tidak tahu harus berbuat apa untuk keluar dari masalah tersebut. Cara seperti ini sudah harus ditinggalkan. Pilihan yang dianggap baik saat ini adalah melakukan kajian terhadap institusi dan aktor mana saja yang terkait dengan permasalahan masyarakat untuk mengembangkan program UPR. Oleh karena itu pelibatan orang luar dalam program UPR juga ada baiknya, seperti pemerintah desa, staf Dinas Kehutanan, personal proyek, dan lain-lain.
(4) memantapkan proses kajian dan berkolaborasi dengan pemimpin masyarakat, aktivis lokal, stakeholders dan anggota masyarakat lainnya yang terkait
Kajian kelembagaan UPR dianjurkan menggunakan model Participatory Rural Appraisal (PRA), karena model ini dianggap sesuai untuk kerja kolaboratif, reflektif, dan mampu mengambil langkah penyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dalam aspek perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi, kelompok masyarakat menjadi aktor yang sangat penting, dan mereka harus ikut menetapkan model dan cara monitoring dan evaluasi di dalam program UPR.
4. Penutup
Uraian di atas merupakan dasar-dasar yang harus dipahami oleh pihak pemerintah, LSM, masyarakat, apabila ingin mengembangkan satu model kelembagaan UPR apapun bentuk usaha ekonomi yang akan diambil (hutan rakyat, usaha lebah madu, usaha ulat sutra, usaha cadangan pangan, dan lain-lain). Bentuk kelembagaan tidak dapat ditentukan oleh pemerintah pusat, tetapi harus dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan dari tipikal UPR. Oleh karena itu dalam setiap pengembangan UPR, kelembagaannya dibangun dan ditetapkan atas dasar kajian yang dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat, dan jika diperlukan dapat difasilitasi oleh LSM atau Perguruan Tinggi. Persoalan efisiensi sumberdaya dalam UPR, peningkatan kualitas SDM pengelola program UPR, dan keberlanjutan program UPR merupakan unsur kelembagaan yang sangat penting untuk diperhatikan. Semoga paper singkat ini bermanfaat bagi pelaksana program UPR di Jakarta dan di daerah-daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar